Wisata

Larangan Ekspor CPO, Indonesia Rawan Digugat di WTO

 Minggu, 01 Mei 2022, 16:35 WITA

informasibali.com/ist/suara.com/Larangan Ekspor CPO, Indonesia Rawan Digugat di WTO

IKUTI INFORMASIBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Informasibali.com, Buleleng. 

Pengamat menilai bahwa selain rawan digugat di WTO dan belum tentu selesaikan krisis minyak goreng, larangan ekspor CPO ini juga malah untungkan negara pengekspor lain seperti Malaysia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan pelarangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, seperti RPO, RBD Palm Olein, Pome dan used cooking oil, terhitung Kamis (28/04).


Lewat akun Youtube resmi Sekretariat Negara, Jokowi mengatakan kelangkaan minyak goreng yang terjadi selama 4 bulan belakangan adalah kondisi yang ironis mengingat Indonesia adalah negara produsen CPO terbesar di dunia.

"Sudah 4 bulan kelangkaan berlangsung dan pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan namun belum efektif. Oleh sebab itu pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri," ujar Jokowi pada Rabu (27/04) malam di Jakarta, seperti dikutip dari akun tersebut.

Larangan ini berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah Indonesia termasuk dari kawasan berikat. Jokowi mengakui larangan ini memang menimbulkan dampak negatif dan berpotensi mengurangi produksi dan tidak terserapnya hasil panen petani. Namun menurutnya, tujuan kebijakan ini adalah untuk menambah pasokan dalam negeri hingga pasokan melimpah.

Siapa yang disasar dengan kebijakan ini?

Kebijakan tersebut mendapatkan kritik dari pengamat perdagangan internasional. Seperti disampaikan Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak efektif jika pemerintah hanya ingin memastikan harga minyak goreng turun di pasaran dalam negeri. Ia menilai kebijakan Presiden Jokowi tersebut terlalu eksesif sehingga tidak jelas menyasar pihak mana yang ingin diberikan shock therapy.

"Ingin menyelesaikan masalah namun menimbulkan masalah baru dan akhirnya membunuh semua, dalam kondisi ini petani sawit menjadi rantai yang paling lemah. Dari 14 juta hektare lahan sawit, 40 persen milik petani, harga TBS akan turun dan terus turun dengan kebijakan ini," katanya.

Menurut Bhima, pelarangan ekspor akan memengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini surplus. Indonesia akan kehilangan pendapatan dari sektor nonmigas sebanyak 12 persen atau sekitar 3 miliar dolar AS per bulan.


Halaman :





Trending Terhangat

Beritabali.TV